Berdasarkan ukiran patung megalitik di Lembah Ndau dan Besawa Peninggalan masyarakat To Bato Sulawesi Tengah yang diperkirakan dari era 3000-1000 sebelum masehi, hulu burung (sebutan menurut ensiklopedi keris) di Malaysia di sebut hulu kerdas atau patah tiga, di Lampung ada yg menyebut hulu punduk, dan di sulawesi disebut hulu taka/rekko memang berasal dari sulawesi, gaya ukir purba masyarakat To Bato ini kelihatannya terus digunakan di Sulawesi sampai munculnya suku-suku di Sulawesi sekarang, karakter dan gaya ukir yg telah melalui ribuan tahun perjalanan tetap sama sampai saat ini.
Kesamaan karakter ukiran antara hulu keris dan patung megalitik di Sulawesi tersebut menunjukan meskipun jenis hulu ini digunakan meluas di sumatera maupun malaysia tetapi jelas hulu ini khas ukir sulawesi, asal budayanya adalah sulawesi, asimilasi budaya melalui hubungan erat antara dunia Melayu baik di Sumatera maupun Semenanjung dengan Sulawesi memungkinkan jenis hulu ini menyebar luas dan digunakan dan dirasakan sebagai budaya sendiri di Sumatera, Semenanjung, dan Sumbawa.
Kesamaan karakter ukiran antara hulu keris dan patung megalitik di Sulawesi tersebut menunjukan meskipun jenis hulu ini digunakan meluas di sumatera maupun malaysia tetapi jelas hulu ini khas ukir sulawesi, asal budayanya adalah sulawesi, asimilasi budaya melalui hubungan erat antara dunia Melayu baik di Sumatera maupun Semenanjung dengan Sulawesi memungkinkan jenis hulu ini menyebar luas dan digunakan dan dirasakan sebagai budaya sendiri di Sumatera, Semenanjung, dan Sumbawa.
Ada pendapat hulu jenis ini melambangkan kejantanan pria, dan dikatakan awalnya berbentuk lurus persis seperti patu ng megalitik To Bato di atas dan baru menjadi bungkuk pada saat masuknya Islam untuk menunjukan kesopananmungkin karena Islam berarti juga tunduk patuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar